Sabtu, 29 Januari 2011

Perjalanan hidup (waktu) manusia, menjadi dewasa

Nama : Harry Alvans
Kelas : 1KA16
NPM : 13110155

Usia bukanlah hal yang aneh jika bertambah, manusia, ya, manusia sangatlah rentan terhadap pertambahan waktu, umur adalah ukuran lamanya manusia tepatnya berada di bumi ini. Bumi yang penuh dengan masyarakat yang harus bersosialisasi satu sama lain. Mereka tak segan untuk mempertahankan kemauannya, hal itu yang mengubah dari adu margumen atau adu mulut menjadi adu fisik. Kekanak kanakan sekali bukan? Mereka bukan saja `berusia` tapi juga berpendidikan. Hm...berarti pendidikan juga bukan jaminan seseorang bisa bersikap dewasa ya.

Pengalaman hidup kah? Apakah orang yang sudah merasakan asam, manis, pahit, pedas kehidupan secara otomatis jadi lebih dewasa? Orang bijak bilang pengalaman mendewasakan seseorang dengan kata lain karena ditempa dengan kehidupan seseorang menjadi dewasa. Lalu orang-orang yang hidupnya datar-datar saja tanpa gelombang-gelombang yang berarti apakah menjadi kurang dewasa? sepertinya tidak selalu seperti itu.
Sikap dewasa merupakan sesuatu yang perlu ditekankan dalam menghadapi sebuah masalah. Kita tahu bahwa sikap yang kekanak-kanakan justru dapat membuat sebuah masalah menjadi bertambah karena sikap yang diambil akan mempersulit masalah. Tetapi sikap yang dewasa dan bijaksana Insya Allah membuat urusan bisa teratasi dengan baik. Minimal ada tiga hal yang bisa dilakukan oleh kita untuk bisa belajar bersikap dewasa :

1. Bijaklah dalam segala hal.
pengambilan keputusan adalah hal yang sangat sulit. Seharusnya jika kita ingin menasehati orang lain sebaiknya jangan sampai orang lain merasa digurui, kita menang tanpa orang lain merasa dikalahkan dan kita sukses tanpa orang lain merasa terdzolimi.Kita harus melatih diri sekuat tenaga untuk bisa merubah sesuatu tanpa kita merasa berjasa, atau orang lain merasa lebih rendah dan hina. Untuk bersikap seperti ini kita perlu berlatih untuk tidak menonjolkan diri seakan-akan kitalah yang paling bisa,paling pandai, paling mulia,paling berjasa.

2. Bersikap digin dalam berfikir agar jernih
Sikap tenang dan berfikiran dingin baik ketika berkomentar, mengambil sikap, ataupun ketika menentukan sebuah keputusan. Karena andaikata tergesa-gesa biasanya keputusan yang diambil kurang tepat.Apalagi bila kurang ditunjang oleh data dan fakta yang akurat. Dan permasalahan akan bertambah jika disikapi pula dengan sikap yang emosional.

Berfikir dewasa belum tentu bersikap dewasa, kenapa? Karena memang inilah yang terjadi bukan? kita terlalu asik bermain pada awal tujuan tapi melupakan proses nyata yaitu bersikap pada kenyataan hidup, karena hidup bukan hanya berfikir yang hanya memasukan pengetahuan dalam gagasan, saya sangat yakin bahwa hidup bukan hanya dalam konsep ide dan tujuan tapi juga dengan gerak. Dan gerak disini dalam arti proses bersikap yaitu menjalankan semua yang sudah masuk dalam gagasan, imajinasi dan juga harapan dalam pemaknaan pada kehidupan nyata.
Manusia bisa saja dibilang manusia karena memang punya fikiran, ide dan mimpi tapi belum tentu di bilang kemanusiaan yaitu ke derajat yang lebih tinggi lagi. Kemanusiaan itu lahir dari sebuah rasa terhadap gerakan atas pemaknaan arti “manusia” sesungguhnya, karena gerak adalah bagian nyata hidup.
Kita selalu mengutamakan tujuan tapi kadang melupakan sikap (proses nyata) bukankah ini terbalik? Seharusnya tujuan itu menjadi awal segala bentuk sikap, tapi perlu di pastikan kembali bahwa proseslah yang utama, “tujuan adalah awal tapi yang utama adalah prosesnya. Coba anda melihat di sekililing anda yaitu kaum proletar apa mereka tidak nyata untuk dilihat dengan mata ini maupun dengan mata hati anda?.

Kita selalu ingin merasa nyaman, kita terus bohong pada diri sendiri terlebih pada kenyataan. Mimpi dan juga harapan kita satu, yaitu ingin kebahagian, begitupun kaum proletar sudah pasti juga ingin bahagia. Satu-satunya finalnya adalah dengan jalan sikap (gerak).
Beberapa kebodohan yang sulit dihilangkan sepanjang sejarah manusia antara lain perang atas pembelaan agama dan juga kita yang selalu merasa sudah menjalankan konsep harapan terhadap hidup nyata padahal kemungkinan besar hanya dalam konsep diskusi dan opini saja.
Kemanusiaan tidak memandang agama, kemanusiaan bukan karena ideologi dan kemanusiaan bukan hanya untuk dijadikan konsep, tapi bila kita sudah bersikap dengan rasa kemanusiaan itulah yang saya sebut sebagai orang yang beragama dan orang yang berintelektual (aksi) yang telah membuktikan sikap membantu kaum proletar dan ikut serta pada kegiatan kemanusiaan, inilah orang-orang yang sudah tepat menjalankan ideologi dan keyakinan agamanya.
Musuh nyata kita adalah diri kita sendiri (ego). Jadi masalahnya bukan agama dan ideologinya tapi egonya.

Dalam hidup ini, entah disadari atau tidak sesungguhnya kita mengalami sebuah proses belajar yang panjang, sejak kita dilahirkan proses itu dimulai, kita menjadi murid, sedang proses itu sendiri menjadi guru. melewati masalah demi masalah, dilewati atau kadang terlewati. dari sekian banyak masalah itu timbul sebuah pengalaman berharga, setidaknya ada yang bisa dipetik sebagai pelajaran, baik itu pelajaran baik maupun pahit.
ketika mengalami sebuah kegagalan pun sesungguhnya kita sedang ditempa untuk lebih berani dan berhati-hati menghadapi tantangan dan peluang. keberanian dan kehati-hatian seperti gas dan rem pada sebuah mobil, jika tidak berimbang menggunakannya pasti terjadi ketidak harmonian.

dalam pelajaran Emotional Quetion (EQ) sering kali digambarkan bahwa sikap emosional yang benar indikasinya adalah seseorang dapat bersikap dewasa.. sebenarnya seperti apakah bentuk sikap dewasa itu, beberapa ahli mendefinisikan sikap dewasa sebagai berikut :
a. pandai beradaptasi
b. tepat dalam berkata
c. berfikir sistematis/rasional
d. pandai mengendalikan emosi (marah, malu, takut, dst)
e. memiliki simpati dan empati
Sumber : http://jundi007.multiply.com/journal/item/18


pada akhirnya, jika kita mampu menyelami perasaan orang lain, memahami nya, .. hampir dipastikan masalah dapat di eliminir, dapat di minimalisir dan hidup pun menjadi lebih indah.
Kembali pada pertanyaan di atas, berarti tidak ada donk yang bisa dijadikan jaminan seseorang bersikap dewasa. Saya rasa begitu. Sikap dewasa bukanlah keturunan dan tidak datang begitu saja. Namun dia bisa kita tumbuhkan sedikit demi sedikit dengan cara belajar. Usia, pengalaman dan pengetahuan hanyalah sarana pendukung untuk mendapatkannya.
Tapi saya lebih senang menyebutnya begini, sifat dewasa itu tumbuh dari dalam diri orang itu sendiri. Berdasarkan pola pikir dia yang berkembang, dan ditunjang oleh kecerdasan emosional miliknya. Jadi tak hanya dibutuhkan kecerdasan intelektual. Dan yang tak kalah penting, untuk medasari semua itu, adalah dubutuhkan adanya kecerdasan spiritual. Jika ketiganya sudah lengkap, dan berjalan sangat baik. Maka orang yang memiliki ketiganya tersebut bisa dikatan dewasa.
Sumber : http://richongeblog.blogspot.com/2011/01/menjadi-seseorang-yang-dewasa.html





Tidak ada komentar:

Posting Komentar