Sabtu, 29 Januari 2011

Bersyukur adalah yang terbaik

AKU TAK SELALU MENDAPATKAN APA YANG KUSUKAI oleh karena itu AKU SELALU MENYUKAI APAPUN YANG AKU DAPATKAN.

Kata-kata di atas merupakan wujud syukur. Syukur merupakan kualitas hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tentram dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia.

Kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki. Katakanlah anda telah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang terbaik. Tapi anda masih merasa kurang. Pikiran anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak uang.

Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yang lebih lagi. Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita miliki, kita tak pernah menjadi “KAYA” dalam arti yang sesungguhnya.

Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang kaya. Orang yang kaya bukanlah orang yang memiliki banyak hal tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki. Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah akar perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki.

Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup. Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik atasan dan orang-orang di sekitar Anda. Mereka akan menjadi lebih menyenangkan.

Seorang pengarang pernah mengatakan,

“Menikahlah dengan orang yang Anda cintai, setelah itu cintailah orang
yang Anda nikahi” Ini perwujudan rasa syukur.

Ada cerita menarik mengenai seorang kakek yang mengeluh karena tak dapat membeli sepatu, padahal sepatunya sudah lama rusak. Suatu sore ia melihat seseorang yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itu juga si kakek berhenti mengeluh dan mulai bersyukur.

Hal kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan membanding-bandingk an diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita.

Saya ingat, pertama kali bekerja saya senantiasa membandingkan penghasilan saya dengan rekan-rekan semasa kuliah. Perasaan ini membuat saya resah dan gelisah. Sebagai mantan mahasiswa teladan di kampus, saya merasa gelisah setiap mengetahui ada kawan satu angkatan yang memperoleh penghasilan di atas saya.

Nyatanya, selalu saja ada kawan yang penghasilannya melebihi saya. Saya menjadi gemar gonta-ganti pekerjaan, hanya untuk mengimbangi rekan-rekan saya.

Saya bahkan tak peduli dengan jenis pekerjaannya, yang penting gajinya lebih besar. Sampai akhirnya saya sadar bahwa hal ini tak akan pernah ada habisnya. Saya berubah dan mulai mensyukuri apa yang saya dapatkan. Kini saya sangat menikmati pekerjaan saya. Rumput tetangga memang sering kelihatan lebih hijau dari rumput di pekarangan sendiri.

Hidup akan lebih bahagia kalau kita dapat menikmati apa yang kita miliki. Karena itu bersyukur merupakan kualitas hati yang tertinggi.

Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan cerita mengenai seorang ibu yang sedang terapung di laut karena kapalnya karam, namun tetap berbahagia. Ketika ditanya kenapa demikian, ia menjawab,”Saya mempunyai dua anak laki-laki. Yang pertama sudah meninggal, yang kedua hidup ditanah seberang. Kalau berhasil selamat, saya sangat bahagia karena dapat berjumpa dengan anak kedua saya. Tetapi kalaupun mati tenggelam, saya juga akan berbahagia karena saya akan berjumpa dengan anak pertama saya di surga.”

Bersyukurlah !


Sumber : http://alhakim.wordpress.com/2007/07/18/bersyukurlah/

Perubahan teori yang patut dipercayai

Nama : Harry Alvans
Kelas : 1KA16
NPM : 13110155

Penciptaan manusia? ini adalah pertanyaan yang sangat klasik dari tahun ketahun. Lama kelamaan hal ini menjadi pembicaraan panjang, yang terus menjadi pertanyaan hingga saat ini. Dengan menilik kitab-kitab samawi beberapa agama seperti agama Yahudi, Kristen, dan Islam, kekunoan pembahasan dapat kita lihat dengan jelas.

Dengan kata lain, perbandingan antara keyakinan para ahli tafsir dan pengetahuan yang diyakini oleh para ilmuwan ilmu alam tentang tata cara penciptaan manusia. Akan tetapi, kejelasan tentang masalah ini bergantung pada penjelasan yang benar tentang teori pemikiran ini, dan juga pada pemaparan latar belakang sejarah dan sikap-sikap yang pernah diambil dalam menanggapinya.

Tujuan asli tulisan ini adalah kita ingin menemukan sumber kehidupan manusia.
Apakah seluruh jenis binatang dan tumbuh-tumbuhan muncul dengan bentuk seperti ini dan dengan karakteristik dan keistimewaan yang independen dari sejak awal mereka diciptakan, dan lalu mereka juga berkembang biak dengan dengan cara yang sama? Ataukah seluruh binatang dan tumbuh-tumbuhan itu berasal dari spesies (naw‘) yang sangat sederhana dan hina, lalu mereka mengalami perubahan bentuk lantaran faktor lingkungan dan natural yang beraneka ragam, dan setelah itu mereka memperoleh bentuk yang lebih sempurna dengan gerakan yang bersifat gradual sehingga memiliki bentuk seperti sekarang ini ?

Teori pertama dikenal dengan nama teori Fixisme dan diyakini oleh para pemikir pada masa-masa terdahulu. Sedang teori kedua dikenal dengan nama teori Transformisme dan diterima oleh para ilmuwan dari sejak abad ke-19 Masehi.
Teori pertama meyakini adanya aneka ragam spesies makhluk yang bersifat independen; artinya manusia berasal dari manusia dan seluruh binatang yang lain juga berasal dari spesies mereka masing-masing.

Aliran-Aliran Teori Evolusi :

Menurut Lamarck, setiap makhluk hidup pada permulaannya sangat hina dan sederhana sekali. Lalu lantaran beberapa kausa dan faktor, makhluk hidup itu mengalami evolusi menjadi spesies yang lebih sempurna. Faktor-faktor tersebut adalah lingkungan hidup, pemanfaatan dan non-pemanfaatan anggota tubuh, kehendak, dan perpindahan seluruh karakteristik yang bersifat akuisitif (iktisâbî).

Menurut teori Neo Lamarckisme, makhluk hidup dan tumbuh-tumbuhan mengalami evolusi lantaran pengaruh langsung lingkungan hidup. Generasi-generasi selanjutnyaakan mewarisi seluruh perubahan yang bersifat akuisitas ini.

Menurut Darwinisme seluruh makhluk hidup berubah menjadi bentuk makhluk hidup yang lain lantaran sebuah proses evolusi dan penyempurnaan, dan tidak ada satu makhlukhidup pun yang diciptakan tanpa adanya sebuah mukadimah dan secara mendadak dan tiba - tiba.

Background utama teori Evolusi Darwin adalah beberapa hal berikut ini:
1. Konsep kausalitas; dalam dunia makhluk hidup, tidak ada satu peristiwa pun yang terjadi tanpa kausa.
2. Konsep gerak; dunia makhluk senantiasa mengalami perubahan.
3. Konsep tranformasi kuantitas menjadi tranformasi kualitas; dalam dunia makhluk, seluruh tranformasi kuantitas yang akumulatif (bertumpuk-tumpuk) akan berubah menjadi tranformasi kualitas.
4. Konsep kekekalan materi dan energi; antara dunia makhluk hidup dan makhluk tak hidup terjadi proses pertukaran materi dan energi. Dalam proses pertukaran ini, tidak ada suatu apapun yang akan sirna.
5. Konsep antagonisme; setiap partikel dari dunia makhluk hidup dan begitu juga keseluruhan dunia tersebut senantiasa memiliki antagonis yang menganugerahkan identitas kepadanya. Proses antagonik dan kontradiksi adalah faktor utama gerak dan pencipta kontradiksi-kontradiksi baru.
6. Konsep kombinasi; seluruh antagonis yang ada di dunia makhluk hidup selalu berada dalam konflik. Tapi akhirnya seluruh antagonis itu akan berpadu. Dari perpaduan ini, muncullah sebuah kombinasi baru di dunia wujud, dan kombinasi baru ini juga memiliki antagonis.
7. Konsep negasi dalam negasi; setiap sistem, baik berupa organisme individual, spesies, genus, klan, dan lain sebagainya adalah sebuah realita nyata yang akan sirna di sepanjang masa lantaran konflik yang terjadi antar antagonis. Tempat realita itu diambil alih oleh realita nyata baru yang ia sendiri akan sirna pada suatu hari. Hasil dari negasi dalam negasi ini adalah proses tranformasi.
Darwin berkeyakinan bahwa perbedaan antara manusia dan binatang, baik dari sisi postur tubuh maupun kejiwaan, hanya bersifat kuantitas. Ia tidak meyakini adanya perbedaan kualitas antara kedua makhluk ini. Atas dasar ini, perasaan, pemahaman rasional, naluri, keinginan, rasa cinta dan benci, dan lain sebagainya juga dimiliki oleh binatang-binatang hina dalam bentuk yang sangat primitif dan kadang-kadang pula dalam bentuk yang sudah sempurna. Darwin bersiteguh bahwa nenek moyang manusia yang berkaki empat pada mulanya berdiri dengan menggunakan dua kaki belakangnya, tetapi tidak secara sempurna. Realita ini adalah permulaan ditemukannya makhluk hidup berkaki dua.


Sumber : http://richongeblog.blogspot.com/2011/01/mempercayai-teori-dari-teori-sebelumnya.html

Perjalanan hidup (waktu) manusia, menjadi dewasa

Nama : Harry Alvans
Kelas : 1KA16
NPM : 13110155

Usia bukanlah hal yang aneh jika bertambah, manusia, ya, manusia sangatlah rentan terhadap pertambahan waktu, umur adalah ukuran lamanya manusia tepatnya berada di bumi ini. Bumi yang penuh dengan masyarakat yang harus bersosialisasi satu sama lain. Mereka tak segan untuk mempertahankan kemauannya, hal itu yang mengubah dari adu margumen atau adu mulut menjadi adu fisik. Kekanak kanakan sekali bukan? Mereka bukan saja `berusia` tapi juga berpendidikan. Hm...berarti pendidikan juga bukan jaminan seseorang bisa bersikap dewasa ya.

Pengalaman hidup kah? Apakah orang yang sudah merasakan asam, manis, pahit, pedas kehidupan secara otomatis jadi lebih dewasa? Orang bijak bilang pengalaman mendewasakan seseorang dengan kata lain karena ditempa dengan kehidupan seseorang menjadi dewasa. Lalu orang-orang yang hidupnya datar-datar saja tanpa gelombang-gelombang yang berarti apakah menjadi kurang dewasa? sepertinya tidak selalu seperti itu.
Sikap dewasa merupakan sesuatu yang perlu ditekankan dalam menghadapi sebuah masalah. Kita tahu bahwa sikap yang kekanak-kanakan justru dapat membuat sebuah masalah menjadi bertambah karena sikap yang diambil akan mempersulit masalah. Tetapi sikap yang dewasa dan bijaksana Insya Allah membuat urusan bisa teratasi dengan baik. Minimal ada tiga hal yang bisa dilakukan oleh kita untuk bisa belajar bersikap dewasa :

1. Bijaklah dalam segala hal.
pengambilan keputusan adalah hal yang sangat sulit. Seharusnya jika kita ingin menasehati orang lain sebaiknya jangan sampai orang lain merasa digurui, kita menang tanpa orang lain merasa dikalahkan dan kita sukses tanpa orang lain merasa terdzolimi.Kita harus melatih diri sekuat tenaga untuk bisa merubah sesuatu tanpa kita merasa berjasa, atau orang lain merasa lebih rendah dan hina. Untuk bersikap seperti ini kita perlu berlatih untuk tidak menonjolkan diri seakan-akan kitalah yang paling bisa,paling pandai, paling mulia,paling berjasa.

2. Bersikap digin dalam berfikir agar jernih
Sikap tenang dan berfikiran dingin baik ketika berkomentar, mengambil sikap, ataupun ketika menentukan sebuah keputusan. Karena andaikata tergesa-gesa biasanya keputusan yang diambil kurang tepat.Apalagi bila kurang ditunjang oleh data dan fakta yang akurat. Dan permasalahan akan bertambah jika disikapi pula dengan sikap yang emosional.

Berfikir dewasa belum tentu bersikap dewasa, kenapa? Karena memang inilah yang terjadi bukan? kita terlalu asik bermain pada awal tujuan tapi melupakan proses nyata yaitu bersikap pada kenyataan hidup, karena hidup bukan hanya berfikir yang hanya memasukan pengetahuan dalam gagasan, saya sangat yakin bahwa hidup bukan hanya dalam konsep ide dan tujuan tapi juga dengan gerak. Dan gerak disini dalam arti proses bersikap yaitu menjalankan semua yang sudah masuk dalam gagasan, imajinasi dan juga harapan dalam pemaknaan pada kehidupan nyata.
Manusia bisa saja dibilang manusia karena memang punya fikiran, ide dan mimpi tapi belum tentu di bilang kemanusiaan yaitu ke derajat yang lebih tinggi lagi. Kemanusiaan itu lahir dari sebuah rasa terhadap gerakan atas pemaknaan arti “manusia” sesungguhnya, karena gerak adalah bagian nyata hidup.
Kita selalu mengutamakan tujuan tapi kadang melupakan sikap (proses nyata) bukankah ini terbalik? Seharusnya tujuan itu menjadi awal segala bentuk sikap, tapi perlu di pastikan kembali bahwa proseslah yang utama, “tujuan adalah awal tapi yang utama adalah prosesnya. Coba anda melihat di sekililing anda yaitu kaum proletar apa mereka tidak nyata untuk dilihat dengan mata ini maupun dengan mata hati anda?.

Kita selalu ingin merasa nyaman, kita terus bohong pada diri sendiri terlebih pada kenyataan. Mimpi dan juga harapan kita satu, yaitu ingin kebahagian, begitupun kaum proletar sudah pasti juga ingin bahagia. Satu-satunya finalnya adalah dengan jalan sikap (gerak).
Beberapa kebodohan yang sulit dihilangkan sepanjang sejarah manusia antara lain perang atas pembelaan agama dan juga kita yang selalu merasa sudah menjalankan konsep harapan terhadap hidup nyata padahal kemungkinan besar hanya dalam konsep diskusi dan opini saja.
Kemanusiaan tidak memandang agama, kemanusiaan bukan karena ideologi dan kemanusiaan bukan hanya untuk dijadikan konsep, tapi bila kita sudah bersikap dengan rasa kemanusiaan itulah yang saya sebut sebagai orang yang beragama dan orang yang berintelektual (aksi) yang telah membuktikan sikap membantu kaum proletar dan ikut serta pada kegiatan kemanusiaan, inilah orang-orang yang sudah tepat menjalankan ideologi dan keyakinan agamanya.
Musuh nyata kita adalah diri kita sendiri (ego). Jadi masalahnya bukan agama dan ideologinya tapi egonya.

Dalam hidup ini, entah disadari atau tidak sesungguhnya kita mengalami sebuah proses belajar yang panjang, sejak kita dilahirkan proses itu dimulai, kita menjadi murid, sedang proses itu sendiri menjadi guru. melewati masalah demi masalah, dilewati atau kadang terlewati. dari sekian banyak masalah itu timbul sebuah pengalaman berharga, setidaknya ada yang bisa dipetik sebagai pelajaran, baik itu pelajaran baik maupun pahit.
ketika mengalami sebuah kegagalan pun sesungguhnya kita sedang ditempa untuk lebih berani dan berhati-hati menghadapi tantangan dan peluang. keberanian dan kehati-hatian seperti gas dan rem pada sebuah mobil, jika tidak berimbang menggunakannya pasti terjadi ketidak harmonian.

dalam pelajaran Emotional Quetion (EQ) sering kali digambarkan bahwa sikap emosional yang benar indikasinya adalah seseorang dapat bersikap dewasa.. sebenarnya seperti apakah bentuk sikap dewasa itu, beberapa ahli mendefinisikan sikap dewasa sebagai berikut :
a. pandai beradaptasi
b. tepat dalam berkata
c. berfikir sistematis/rasional
d. pandai mengendalikan emosi (marah, malu, takut, dst)
e. memiliki simpati dan empati
Sumber : http://jundi007.multiply.com/journal/item/18


pada akhirnya, jika kita mampu menyelami perasaan orang lain, memahami nya, .. hampir dipastikan masalah dapat di eliminir, dapat di minimalisir dan hidup pun menjadi lebih indah.
Kembali pada pertanyaan di atas, berarti tidak ada donk yang bisa dijadikan jaminan seseorang bersikap dewasa. Saya rasa begitu. Sikap dewasa bukanlah keturunan dan tidak datang begitu saja. Namun dia bisa kita tumbuhkan sedikit demi sedikit dengan cara belajar. Usia, pengalaman dan pengetahuan hanyalah sarana pendukung untuk mendapatkannya.
Tapi saya lebih senang menyebutnya begini, sifat dewasa itu tumbuh dari dalam diri orang itu sendiri. Berdasarkan pola pikir dia yang berkembang, dan ditunjang oleh kecerdasan emosional miliknya. Jadi tak hanya dibutuhkan kecerdasan intelektual. Dan yang tak kalah penting, untuk medasari semua itu, adalah dubutuhkan adanya kecerdasan spiritual. Jika ketiganya sudah lengkap, dan berjalan sangat baik. Maka orang yang memiliki ketiganya tersebut bisa dikatan dewasa.
Sumber : http://richongeblog.blogspot.com/2011/01/menjadi-seseorang-yang-dewasa.html